Gaya mengemudi agresif sering dilakukan kaum muda atau aggressive driving.Tidak heran jika tipe mengemudi ini menyumbang 55 persen kecelakaan mobil.
OTOSIA.COM - Tidak sedikit kasus kecelakaan mobil melibatkan kalangan usia muda. Lantaran emosinya belum stabil, banyak pengendara muda yang mengemudikan mobil secara agresif atau aggressive driving. Tipe ini biasanya adalah green driver.
Green driver umumnya adalah pengemudi berusia muda dengan jam terbangnya sedikit, emosinya tidak stabil, dan sering show off. Ciri-ciri tipe ini adalah ngebut dengan kecepatan yang tidak konsisten, berjalan zig-zag tanpa memberikan lampu isyarat (sign), akselerasi dan deselerasi kasar.
"Perilaku Green driver tidak patut dicontoh dan pihak berwajib harus jeli dalam menertibkan mereka agar kondisi lalu lintas menjadi baik. Karena jika dibiarkan, tipe ini akan menjadi pengemudi yang agresif," ujar Sony Susmana, selaku Senior Instructor dari Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI) dalam diskusi IG Live bertajuk Aggressive VS Defensive Driving yang diinisiasi Daihatsu dan GT Radial, akhir pekan kemarin.
1 dari 2 Halaman
Menurut Sony, berdasarkan statistik data kecelakaan di Indonesia, tipe pengemudi ini penyumbang kecelakaan tertinggi dengan persentase sebesar 55 persen.
Sebaliknya, bahwa defensive driving merupakan perilaku mengemudi yang mengedepankan sisi proaktif, yang artinya berpikir panjang, mencegah sebelum terjadi, dan melakukan antisipasi, sehingga potensi bahaya dapat dicegah dan dapat meminimalisir potensi kecelakaan.
"Untuk dapat mengemudi secara defensive driving cukup mudah. Selalu berpikir positif, toleransi, sopan, berbagi, jaga jarak kendaraan, jaga kecepatan, kontrol emosi, atur manajemen waktu perjalanan, utamakan keselamatan orang lain dan tidak seruntulan," tukasnya.
2 dari 2 Halaman
Sama halnya dengan safety driving, secara prinsip defensive driving, bertujuan meminimalisir resiko bahaya.
"Namun, perbedaannya adalah safety driving memerlukan kemampuan atau skill berkendara yang baik dan benar," tutup Sony.