Sukses

Harga BBM Dituding Bisa Murah, Pemerintah Bahkan Tak Perlu Subsidi

Otosia.com, Jakarta Kenaikan harga bahan bakar minyak atau BBM yakni untuk Pertalite dari sebelumnya Rp7.600 menjadi Rp10.000, Solar subsidi Rp 5.150 menjadi Rp 6.800, dan Pertamax nonsubsidi Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 menjadi bahasan belakangan ini.

Salah satunya Komite Pengawas Bensin Bertimbal (KPBB). Dalam acara Media Briefing virtual bertajuk “Akal-akalan Harga BBM VS Kualitas BBM”, Senin (6/9/2022), Direktur Eksekutf KPBB Ahmad Safrudin menyebut bahwa harga BBM di Indonesia terkesan murah tetapi dengan spesifikasi di bawah standar.

"Kualitas BBM tidak memenuhi persyaratan bagi teknologi kendaraan. Pertalite 90, Bio-solar dan Dexlite 51 adalah jenis BBM yang diproduksi dengan spesifikasi di bawah standar bagi kebutuhan teknologi kendaraan yang berlaku di Indonesia," ujar Ahmad Safrudin.

Dengan spesifikasi yang dinilai di bawah standar, efeknya berpengaruh pada mesin kendaraan. Spesifikasi bahan bakar ini pun membuat kendaraan bermotor menjadi tidak efisien.

"Tentu saja kendaraan bermotor yang diisi dengan jenis BBM ini akan rusak selain menimbulan emisi dan pemborosan BBM yang tinggi," kata dia.

                         

 

Bisa Murah, Tak Perlu Subsidi   

Dengan spesifikasi tersebut, harga jualnya menurut studi mereka lebih mahal jika dibandingkan Malaysia dan Australia sebagai dua negara terdekat dengan Indonesia.

Harga pokok penjualan (HPP) Pertalite 90 (bensin untuk kendaraan Euro1 Standard) adalah Rp 12.450/L sementara harga di SPBU Rp 10.000).

"Sementara HPP Bensin RON 92 dengan Sulfur content max 50 ppm (bensin untuk kendaraan Euro4 Standard) yang didistribusikan di Malaysia adalah Rp 9.866/L, sedangkan harga SPBU Rp 6.804/L (didukung subsidi)," ujar pria yang akran disapa Mas Puput ini.

HPP Dexlite 51 atau solar yang hanya memenuhi persyaratan untuk lendaraan berstandar Euro1, seperti disebutkannya, adalah Rp 14.240/L (harga SPBU Rp 17.800/L).

"Harga ini mahal, mengingat Malaysia mampu mengedarkan Solar 51 dengan Sulfur content max 50 ppm (solar untuk kendaraan berstandard Euro 4) dengan HPP Rp 10.347/L (harga SPBU Rp 7.136/L)," ujarnya.

Demikian halnya Australia mampu mengedarkan Bensin RON 95 Sulfur content max 10 ppm (bensin untuk kendaraan berstandard Euro6) dengan HPP Rp 9.093/L (harga di SPBU Rp 16.422/L).

Kepentingan Politik Pemilu

"HPP Solar 53 dengan Sulfur content max 10 ppm (diesel fuel/solar untuk kendaraan berstandard Euro6) adalah Rp 12.548/L; lebih murah dari HPP Dexlite 51. Terlihat bahwa pemerintah Malaysia mampu memerankan the last resort, penyangga harga BBM; tempat untuk bertumpu bagi seluruh warga negara Malaysia ketika menghadapi krisis BBM," kata dia.

Ia mengatakan, rantai pasok pengadaan BBM di Indonesia tersandera oleh kepentingan politik pada proses pemilu. "Diduga, rantai pasok dikuasai oleh tim sukses berkat keberhasilan dalam memenangkan pemilu. Namun yang kemudian ini membuat proses penetapan HPP BBM diarahkan untuk menciptakan profit margin yang berlebih melampaui kewajaran dengan modus politk," ujarnya.

Hal tersebut menurutnya secara skema mendorong pemerintah untuk memberikan subsidi BBM agar harga tetap terjangkau oleh rakyat. "Padahal apabila oil trader mengambil profit margin sepantasnya, maka sesungguhnya pemerintah tidak perlu memberikan subsidi BBM," kata dia.

Kualitaas BBM Subsidi Buruk

KPBB menyebut kualitas BBM subsidi yang beredar di pasaran Indonesia sangat buruk. Hal ini karena kandungan yang terdapat dalam BBM tersebut sangat tinggi ketika dibandingkan dengan BBM yang di konsumsi di luar negeri.

"Kualitas BBM kita sangat buruk, kadar belerang tinggi, bisa merusak mesin. Jadi kalau kita gunakan BBM jelek, imbas lainnya kualitas udara buruk. Sejak 2005 sampai sekarang tidak berubah," ujarnya seperti dikutip dari Merdeka.com dalam kesempatan lalu.

Selain itu dampak dari buruknya BBM juga berakibat pada kerusakan mesin. Dampak secara umum pada kendaraan yang sering terjadi yakni usia busi semakin pendek, akselerasi menurun, terdengar suara menggelitik pada mesin dan karburator harus sering dibersihkan. sebab kandungan timbal yang tinggi bisa membentuk kerak yang berakibat pada ruang bakar kotor dan terjadi penyumbatan laju bahan bakar.

Penghapusan BBM Kualitas Rendah

Karena itu, KPBB meminta pemerintah menghentikan produksi dan pemasaran BBM yang tidak ramah lingkungan, seperti Premium 88 dan Pertalite 90. "Konstitusi dan peraturan perundangan mengamanatkan Kepala Negara dan Kepala Daerah untuk melindungi kesehatan warganya dengan kewenangan melarang peredaran BBM kotor yang menjadi biang kerok pencemaran udara," tandasnya

Hal tersebut, lanjut Ahmad, mengacu pada UUD 1945 Pasal 28 H, UU No 32/2009 tentang PPLH, PP No 41/1999 tentang PPU, UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU No 39/1999 tentang HAM, dan UU No 36/2009 tentang Kesehatan.

"Penghapusan BBM Kotor termasuk Premium88 adalah usaha serius mengendalikan pencemaran udara yang bersumber dari kendaraan bermotor," terang Puput.

Loading