Sukses

Proyek Pengerjaan Jalan, Kontraktor Korban Istaka Karya Tuntut Kementrian BUMN Bayar Tagihan

Otosia.com, Jakarta Ratusan massa dari anggota Persatuan Rakyat Korban BUMN PT Istaka Karya (Perkobik), Senin pagi (8/5/2023), melakukan aksi demonstrasi menuntut pemerintah atau negara bertanggungjawab atas utang-utang PT Istaka Karya yang jumlahnya mencapai lebih dari Rp 1,1 triliun.

Para demonstran memenuhi ruas underpas Kentungan, Yogyakarta dan membentangkan spanduk 10 meter menutup akses terowongan Kentungan. 

Keluar Modal Banyak

Bambang Susilo, Ketua Perkobik mengatakan, aksi demonstrasi Perkobik kali ini diberi label ‘Aksi Janur Kuning’. Aksi yang terinspirasi sejarah perjuangan bangsa, berupa serangan umum 1 Maret 1949, di mana rakyat berjuang merebut Ibu Kota Yogyakarta dari Belanda dan mendudukinya selama 6 jam.

"Aksi Janur Kuning di Yogyakarta ini akan menjadi simbol perjuangan Perkobik dalam menuntut pemerintah membayar lunas utang PT Istaka Karya kepada kami," cetus Bambang Susilo, Ketua Perkobik. "Kami akan terus berjuang untuk merebut hak kami, yakni pembayaran tagihan kami di PT Istaka Karya hingga lunas dibayar," ujarnya.

Bambang menegaskan, PT Istaka Karya yang merupakan usaha milik negara (BUMN), selama ini telah menyengsarakan mereka selaku usaha swasta.

"Kami keluar modal uang dan barang. Modal kami juga ada dari pinjaman bank milik pemerintah dengan agunan. Ketika tagihan kami macet, maka kami tidak bisa membayar tagihan bank, bahkan membayar karyawan.

Proyek Tidak Dibayar

Menurut Bambang, para supplier dan subkontraktor sudah keluar modal uang, barang dan tenaga. Modalnya pun terbilang tidak kecil. Ratusan juta hingga miliaran rupiah.

"Sudah bekerja tidak dibayar. Ini romusha gaya baru. Kerja paksa di era global," cetus korban BUMN PT Istaka Karya yang tergabung dalam wadah Perkobik (Persatuan Rakyat Korban BUMN PT Istaka Karya), dalam aksi demo di underpass Kentungan Yogyakarta, Senin (8/5).

Bambang mencontohkan, pada tahun 2008, PT Saeti Concretindo Wahana dan PT Saeti Beton Pracetak, mendapatkan pekerjaan proyek dari PT Istaka Karya, di antaranya Penambahan Lajur pada Jalan Tol Prof Dr Sedyatmo, paket 1 dan 6, untuk pengadaan square pile, pembangunan Flyover Cut Meutia untuk pengadaan Vioded Slab dan Girder U, dan  proyek Tol Bawen– Semarang, Seksi III, untuk pengadaan PC Girder.

“Dari Proyek yang telah dikerjakan tersebut, semestinya PT Saeti Concretindo Wahana dan PT Saeti Beton Pracetak, menerima pembayaran lebih dari Rp 6 miliar. Tapi, faktanya, setelah proyek selesai, sekitar tahun 2010  hingga tahun 2022, PT Istaka Karya hanya melakukan  pembayaran kecil sehingga perusahaan mengalami kerugian lebih dari Rp 6 miliar,” paparnya.

Multiplier Effect

Padahal, lanjut dia, proyek-proyek yang telah selesai tersebut langsung bermanfaat dan dinikmati keuntungannya oleh pemerintah, baik pusat dan daerah, serta seluruh masyarakat Indonesia. Pemerintah pusat dan daerah, mendapatkan keuntungan multiplier effect yang tidak sedikit.

Secara tidak langsung membuka lapangan kerja dan mengurangi angka pengangguran,  maupun keuntungan langsung melalui setoran deviden, setoran pajak, dan Penerimaan Bukan Pajak, yang setiap tahunnya terus meningkat. 

Bambang menjelaskan, manajemen PT Istaka Karya mendapatkan keuntungan jauh lebih besar. Sebab, para subkontraktor dan suplier telah mengeluarkan modal barang dan kerja untuk proyek-proyek tersebut.

“Mendapati PT Istaka Karya yang merupakan perusahaan milik negara merugi, menjadi pertanyaan besar. Tidak aneh kalau ada anggapan manajemen PT Istaka Karya, termasuk juga Kementerian BUMN, salah kelola, salah urus, atau bahkan dikatakan banyak terjadi korupsi di tubuh perusahaan dan BUMN. Seperti yang terjadi di BUMN PT Waskita Karya,” tukasnya.

Loading