Otosia.com, Jakarta Energi berbahan bakar fosil pada saatnya nanti akan habis dan mau tidak mau kita harus beralih ke energi terbarukan. Pesan ini disampaikan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika, Yan Sibarang Tandiele.
Berbicara dalam pembahasan seputar kendaraan listrik FMB9ID_IKP, ia menekankan bahwa kendaraan listrik sebagai jawaban terhadap kondisi di atas adalah sesuatu yang diambil sebagai pilihan saat ini.
Baca Juga
"Kendaraan listrik saat ini apakah jawaban saat ini, iya atau tidak? Tentu tidak (bisa dipastikan) tapi ini harus dilakukan yang mengabsorb harus dikembangkan jawabannya adalah kendaraan bermotor (listrik) ini," ujarnya saat diskusi online bertajuk 'Lebih Asyik dengan Motor Listrik', Senin kemarin (29/5/2023).
Dorongan dari pemerintah terhadap tren kendaraan listrik, utamanya melalui subsidi, juga tidak terlepas dari fakta bahwa otomotif adalah industri ungglan di Indonesia.
"Industri otomotif ini adalah industri unggulan prioritas. Kalau kita dengar sejarah, Indonesia salah satu dari sedikit negara yang sudah masuk dalam one milion club. Enggak banyak negara yang produksi mobilnya mencapai 1 juta," ujarnya.
Yang Punya Kendaraan Masih Sedikit
Dengan masuknya Indonesia sebagai negara dalam one milion club, hal ini dimaknai bahwa permintaan akan produk otomotif di Indonesia tinggi karena penduduknya yang sangat besar.
Jumlah penduduk Indonesia 273 juta jiwa. Sekalipun besar, jumlah mereka yang memiliki kendaraan secara perhitungan masih sedikit.
"Market sangat besar, kepemilikan kendaraan 99 per 1.000 orang. Artinya masih bisa kita tingkatkan seiring per kapita Indonesia. Malaysia sendiri sudah 500, Brunei 800 (per 1.000 orang). Kalau pasar ini diisi negara lain tentu sangat sedih.
Terlebih lagi ia menekankan bahwa Indonesia juga memiliki sumber daya penunjang industri kendaraan listrik, seperti nikel sebagai bahan bakar baterai, yang besar.
"Belum lagi kita punya sumber daya mineral, smelter, hilirisasi bisa mendukung industri otomotif Indonesia," ujarnya.
Sudah 48.000 Motor Listrik
Yan Sibarang mengungkapkan bahwa persoalan kepemilikan kendaraan listrik di Indonesia tidak terlepas dari harga kendaraan itu sendiri.
"Persoalannya di soal harga karena teknologi baterai yang belum begitu mapan sehingga harganya relatif tinggi bisa 50-60 persen cost hanya dari baterai. Ini yang harus dilakukan suatu strategi dari pemerintah, caranya dengan insentif," ujarnya.
Pemerintah sendiri sudah menggelontorkan penerapan subsidi sebesar Rp 7 juta bagi 1 juta pembelian sepeda motor listrik.
"Supaya ada keseimbangan antara harga kendaraan konvensional dan listrik sehingga pada saatnya nanti orang bisa beralih ke kendaraan listrik," kata dia.
52 APM
Ketua Asosiasi Sepeda Motor Listrik Indonesia (AISMOLI) Budi Setyadi sendiri meneruskan informasi bahwa dengan tren dan dukungan subsidi, jumlah pembelian sepeda motor listrik sendiri sudah 48.000 unit di luar sepeda listrik.
"Kalau penjualan di awal-awal mungkin masih test the water, yang sepeda motor saja 48.000 belum lagi yang sepeda listrk. Belum lagi yang konversi, konversi mulai di 2022 dan bengkelnya tiap bulan bertambah terus," kata Budi.
Dari awalnya 9 agen pemegang merek (APM) termasuk yang dari sepeda ke motor listrik, ia meneruskan data Kementerian Perhubungan bahwa saat ini sudah tercatat 52 APM sejak 2019.
"Ya ada APM yang sedemikian cepat membuka dealer di beberapa provinsi. Tapi APM kan kemampuannya berbeda-beda," ujarnya.
Investasi Menggiurkan
Sementara itu Sripeni Inten Cahyani, Tenaga Ahli Menteri ESDM Bidang Kelistrikan mengatakan. bahwa persepsi informasi dari bergulirnya dukungan pemerintah terhadap tren sepeda motor listrik di Indonesia tidak terlepas dari pundi-pundi menggiurkan.
Bicara baterai sendiri, faktanya Indonesia adalah negeri dengan sumber daya nikel. Dengan tumbuhnya tren kendaraan listrik termasuk sepeda motor listrik dan konversi, maka industri yang melibatkan nikel hingga menjadi baterai pun akan tumbuh.
"Multiefeknya bisa 7 kali dibandingkan nikel (diekspor). Sekarang (nikel) sudah dilarang diekspor. Pengolahan mineral itu sendiri multiplier nilai tambahnya sudah 11 kali," kata dia.
Terlebih lagi jika dari nikel sampai akhirnya menjadi baterai cell. Proses kerjanya akan berkali-kali lipat.
"Sampai jadi cell sudah 67 kali. Ini akan menjadi triger menarik investasi EV di Indonesia," ujarnya.
Konversi Motor Listrik
Sejumlah bengkel konversi sudah tumbuh yang seperti diketahui diawali dari Elders Garage. Ia menjelaskan bahwa konversi menjadi menggiurkan karena jumlah penduduk di Indonesia yang sangat besar. Terlebih lagi dengan pengguna sepeda motor yang masih berbahan bakar bensin.
"Jumlah penduduk Indonesia 273 juta jiwa dengan jumlah kendaraan sepeda motor 115 juta. Jadi sebenarnya konversi ini memberikan peluang yang besar. Terima kasih pula Kemenhub memberikan terobosan dengan mengeluarkan peraturan menteri. Tanpa peraturan menteri program konversi ini tidak ada," ujarnya.
Konversi menjadi jalan tengah bagi mereka yang masih senang dengan model kendaraan lama mereka.